Published Kamis, Oktober 11, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Bandung dan Dek Kafiya

Kalau tidak salah, tanggal 30 Juli yang lalu, aku pernah menulis sesuatu di twitter yang kurang lebih terbaca seperti ini:
Tiba-tiba pengen makan bakso ikan, seblak, tahu crispy, tahu gejrot, tahu bulat, ayam pedas mulyarasa, kentang bumbu, es pisang ijo, es podeng, terus.. hmm.
Yang lalu dibalas oleh salah seorang temanku dan bilang kalau aku itu banyak maunya. Tapi memang aku lagi kangen sama semua jajanan itu, huhu. Terlebih karena jajanan itu merupakan jajanan yang memang sering aku beli saat kuliah di Bandung dulu, yang tidak aku temukan di Jakarta (atau memang belum menemukan, ya) kecuali es podeng. Tapi intinya aku kangen Bandung dan pengen jajan. Yang setelahnya temanku itu kembali membalasnya dan bilang kalau aku honeymoon-nya di Bandung saja kalau memang kangen. Meski awalnya aku hanya menimpalinya dengan tertawaan, namun rupanya sebulan kemudian Allah memberikanku kesempatan untuk benar-benar mengunjungi kota Bandung meski bukan unuk honeymoon seperti yang dibilang temanku itu.

Jadi singkat cerita pada bulan Agustus yang lalu, Mas Suami mengajakku untuk menemaninya ke Bandung karena harus mengurus beberapa berkas yudisiumnya. Tapi di sini aku tidak akan menceritakan soal bagaimana aku di Bandung sih, karena memang tidak terjadi apa-apa dan juga aku pun tidak jajan apa-apa meski sebelumnya bilang kalau kangen. Soalnya memang tidak sempat. Aku hanya sempat bermain di lab MM saja beberapa jam, itupun karena Mas Suami menyuruhku untuk tidak ikut beliau mengurus yudisium karena antriannya yang terlalu panjang, takut aku capek, sekaligus karena salah satu adik tingkatku yang juga satu lab mengajakku untuk menunggu di lab saja daripada menunggu sendirian. Katanya juga, karena lab sedang ramai. Ya tidak apa-apa juga sih, habis ternyata sampai Bandung pun aku sampai tidak kepikiran soal jalan-jalan kemana atau pengen jajanan-jajanan itu. Malah tertariknya sama telur gulung yang dijual sama bapak-bapak di samping Masjid Syamsul 'Ulum (MSU), hehe. Dan memang soal Bandung yang aku tulis di atas pun sebenarnya karena pengen ditulis saja wkwk. Soalnya, yang sebenarnya mau aku ceritain itu adalah sewaktu pulang dari Bandungnya.

Eh, tapi sehari sebelum pulang, aku sempat pergi ke TSM ding, bertiga dengan Mas Suami dan Hilmi untuk makan malam. Rasanya kayak jalan-jalan sama bodyguard, dijagain kanan-kiri, hehehe.
Lanjut. Jadi karena beberapa hal, yang awalnya kami mau menggunakan kendaraan umum untuk ke Bandung pun, Qadarullah jadi dibatalkan dan diganti dengan mengendarai kendaraan pribadi. Alhamdulillahnya karena hal ini, kami jadi gampang kemana-mana di Bandung tanpa memikirkan soal kendaraan. Jadi bebas untuk mampir-mampir gitu. Dan karena beberapa minggu sebelum menikah aku sempat berbalas pesan dengan Husna—teman yang aku kenal karena kamar kami hadap-hadapan saat di asrama dulu—dan Husna juga bilang kalau sebenarnya dia ingin datang ke walimahanku tapi tidak bisa karena sudah mendekati Hari Perkiraan Lahir (HPL) anaknya yang pertama, lalu kebetulan juga Husna adalah teman sekelas Mas Suami, yang ternyata suaminya Husna pun adalah teman Mas Suami saat dulu mereka berdua menjadi anggota DKM MSU (wah, banyak 'ternyata'-nya ya hehe), aku pun langsung mengajak Mas Suami untuk bersilaturrahim ke rumah Husna sekalian pulang ke Purbalingga karena memang arah tol dari Bandung ke Purbalingga itu lewat Cikampek.

Iya, jadi karena Husna baru saja melahirkan seminggu sebelumnya, dan ini pun adalah anak pertama, jadi Husna tinggal di rumah orang tuanya yang ada di Cikampek. Aku berinisiatif untuk mengajak Mas Suami pun karena saat aku iseng men-upload story di instagram, Husna men-reply story-ku itu dan mengajakku untuk bermain ke rumahnya. Apalagi karena memang aku ingin sekali bertemu dengan dek Kafiya. Iya, jadi anak pertama Husna itu namanya Fathimah Kafiya Azizah. Dipanggilnya Kafiya. Kulitnya waktu itu masih sangat merah, dan ukurannya pun masih keciiiiil sekali. Waktu aku ke sana memang umurnya masih satu minggu sih. Dan Alhamdulillah tidak susah juga untuk mencari rumahnya, karena letaknya yang persis di pinggir jalan dan dekat dengan gerbang tol.

Dan sewaktu aku bermain ke rumah dek Kafiya ini, kebetulan bertepatan dengan hari aqiqahannya. Jadi di rumahnya itu ramaaai sekali. Bahkan dek Kafiya saja saat aku datang, masih sedang dicukur gitu rambutnya. Lalu karena ukurannya yang masih kecil dan umurnya yang baru seminggu, aku tidak berani untuk menggendongnya, hehe. Jadi aku hanya sempat berfoto saja beramai-ramai dan ngobrol-ngobrol banyak. Dari mulai bertanya soal bagaimana rasanya menikah, sampai hamil dan melahirkan. Juga soal Husna itu masih ngoding atau tidak, karena kami kan basic-nya sama-sama dari jurusan yang ada koding-kodingannya, hehe. Yang lalu akhirnya kami menyimpulkan kalau kami itu ibu rumah tangga sekaligus freelance, meski lebih banyak free-nya wkwk. Ya, sekali-kali tetap ngoding atau update akan sesuatu sih, biar ilmunya tidak benar-benar hilang.
Cukup lama kami berbincang, sampai kalau tidak salah jam setengah 6 kurang, sehingga akhirnya kami pun pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Purbalingga. Huhu, sedih sih sebenarnya karena tidak bisa berlama-lama. Tapi kapan-kapan kalau kamu sudah agak besar, dan diizinkan oleh Allah, boleh ya Ammah main-main lagi ke rumah. Biar Ammah berani nggendong kamunya, dek, hehehe.


Purwokerto, 11 Oktober 2018
Sudah lama sekali ingin dipost, tapi baru kesampaian sekarang
Alhamdulillah