Published Jumat, Juli 13, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Ketakutan Bagiku


Jadi, beberapa menit yang lalu, aku baru saja selesai menonton sebuah drama korea. Bukan mau membahas tentang jalan cerita di drama tersebut sih, tapi lebih ke hal-hal yang tiba-tiba saja terpikir setelah selesai menonton drama itu.
***
Dramanya cukup sederhana. Hanya menceritakan tentang seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang harus mengalami kejadian yang sangat (amat) buruk. Diculik, dikurung, dan ditempatkan di sebuah bangunan tua yang gelap, sempit, dan kotor. Kedua tangan dan kakinya diikat menggunakan pengikat kabel hingga meninggalkan bekas yang sangat menyakitkan. Mereka diculik dan dikurung oleh seorang perempuan berusia sekitar dua puluhan, yang sepertinya tengah mengalami depresi karena suatu hal. Seorang perempuan yang saat itu selalu memegang gunting kemanapun ia pergi, yang terkadang berteriak histeris tanpa sebab, menangis, hingga terus-terusan menakut-nakuti dengan cara mengancam akan membunuh ataupun menyiksa keduanya.

Cukup lama mereka terperangkap di bangunan itu. Hingga di hari keempat atau kelima yang aku lupa jumlah pastinya, si perempuan itu tiba-tiba merasa sangat frustasi dan berniat untuk bunuh diri. Awalnya ia ingin mengajak kedua anak kecil yang diculiknya, alias ingin membunuh kedua anak kecil itu sebelum kemudian ia akan melakukan bunuh diri. Namun sepertinya ia sedikit tersadarkan dengan kalimat yang diucapkan oleh anak laki-laki yang tengah menangis histeris saat itu, sehingga akhirnya ia memilih untuk bunuh diri dengan cara menggantungkan dirinya di hadapan keduanya. Anak perempuan yang saat itu sedang tertidur tidak melihat kejadian itu meskipun pada akhirnya ia justru menjadi sangat ketakutan saat terbangun. Dan karena anak perempuan itu terlihat sangat ketakutan, maka anak laki-laki itupun berbohong kepada anak perempuan itu dengan mengatakan bahwa yang sedang tergantung di atas langit-langit adalah seekor laba-laba raksasa yang tidak bisa bergerak kemana-mana.

Lalu, demi melihat anak perempuan itu tenang dan tidak menangis lagi, maka anak laki-laki tadi pun memberanikan diri untuk mencari gunting yang biasa dibawa oleh perempuan tadi untuk melepas ikatan yang mengikat kedua kaki dan tangan mereka. Tentu saja hal ini tidak mudah bagi seorang anak yang usianya saat itu baru menginjak sembilan tahun. Merangkak di bawah tubuh yang tergantung tak bernyawa yang memberikan tatapan mengerikan, sekaligus dengan kondisi ruangan yang gelap gulita. Dan setelah ikatan di kedua tangan dan kaki mereka terlepas pun, si anak laki-laki itu kembali berbohong dengan mengatakan bahwa si anak perempuan itu harus menutup matanya agar tidak menarik perhatian laba-laba raksasa yang ada di luar. Hal itu dilakukannya agar si anak perempuan itu tidak melihat si perempuan yang menculik mereka, yang sudah terbujur kaku tak berdaya.

Meski keduanya sudah keluar dan terbebas dari kejadian penculikan itu, kisah mereka tentu tidak berakhir sampai di sini saja. Kejadian yang menimpa keduanya memberikan rasa trauma akan hal-hal yang dulu sempat mereka alami. Seperti si anak laki-laki yang menjadi takut akan kabel-kabel yang terikat oleh ikatan yang sama dengan apa yang mengikat kedua tangan dan kakinya dahulu, serta si anak perempuan yang menjadi takut akan laba-laba meskipun ukurannya sangat kecil. Keduanya pun sering mengalami mimpi buruk, seperti memimpikan berada di tempat yang sama dengan tempat penculikan dulu, sampai memimpikan sosok si perempuan itu. Terlebih untuk si anak laki-laki yang jauh lebih lama dikurung di tempat menyeramkan itu. Makanya, si anak laki-laki itupun sampai harus meminum obat tidur setiap harinya dikarenakan untuk menutup mata saja, ia sudah ketakutan.

Dan ya, hal ini lah yang ingin aku tuliskan di sini. Hal-hal yang tiba-tiba terpikirkan setelah selesai menonton drama itu meskipun dramanya sebenarnya belum sempurna selesai.

***

Mungkin untuk sebagian orang yang baru mengenal kedua orang tadi di masa remaja atau dewasanya akan menganggap bahwa keduanya cukup berlebihan. Takut dengan pengikat kabel dan laba-laba meskipun ukurannya sangat kecil, sangat aneh bukan? Namun jika mereka mengetahui apa yang dulu sempat terjadi kepada keduanya semasa kecil, tentu mereka akan memahami mengapa keduanya bisa memiliki rasa takut yang sangat besar terhadap kedua hal tersebut. Tapi, hal-hal menakutkan yang seperti ini, tentu tidak semua orang tahu, kan? Atau lebih tepatnya, tentu tidak semua orang yang memiliki masa lalu yang buruk mau menceritakan apa yang pernah dialaminya di masa lalu, kan? Makanya, tidak banyak orang yang mampu memahami mengapa seseorang bisa memiliki rasa takut yang berlebihan akan suatu hal, yang memang mungkin bagi kebanyakan orang justru tidak menakutkan sama sekali.

Namun, bagiku, aku rasa akan memahami kondisi mereka meskipun aku tidak tahu apa yang menjadi alasan mengapa mereka bisa memiliki rasa takut itu. Soalnya, aku pun mengalami hal yang serupa. Teman-teman terdekatku pasti sudah paham betul, bahwa aku sangat takut dengan seekor kucing dan ular. Mungkin untuk ular menjadi hal yang wajar bagi kebanyakan orang, namun, untuk melihat sesuatu yang tekstur maupun bentuknya menyerupai ular, meskipun itu ada di sebuah gambar ataupun layar kaca, aku tetap merasa ketakutan. Pun dengan soal aku yang tidak bisa makan sendirian meskipun itu di kamarku sendiri, sampai aku yang tidak bisa tidur dengan nyenyak di tempat yang tidak ada siapapun di dalamnya. Makanya, aku tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak di kamarku sendiri. Ya, aku memang mudah takut, dan ada banyak hal yang menurutku sangat menakutkan meskipun sebagian besarnya justru tidak membahayakan.

Begitu juga dengan kedua temanku yang takut akan laba-laba dan cicak, meskipun kedua hewan tersebut direpresentasikan ke dua buah mainan yang lucu. Dan untuk hal-hal yang begini, aku pun pernah mengalami kejadian dimana seorang temanku mengatakan bahwa ia kesal dengan kami bertiga karena memiliki rasa takut yang berlebihan akan hal-hal yang mungkin tidak masuk ke nalarnya.  Terutama kepadaku yang saat itu kekeuh tidak akan makan kalau tidak ada yang menemani, atau kalau tidak ada hal-hal seperti film atau apapun yang bisa aku tonton atau aku lakukan sambil makan, yang mampu membuat pikiranku tidak mudah kosong. Dan setiap temanku kesal begitu, sebuah pertanyaan selalu muncul di dalam benakku. Seperti, jika kenyataannya temanku itu mengalami hal serupa―yang menjadi penyebab akan ketakutan yang kami alami―apakah ia kan tetap bisa merasa biasa-biasa saja? Apa ia tidak akan merasa ketakutan seperti apa yang kami rasakan? Apa ia bisa hidup normal seperti apa yang ia jalani sekarang?

***

Hmmm.
Sejujurnya, awalnya aku ingin menuliskan banyak-banyak. Menuliskan semua hal yang terlintas di kepala dan apa-apa yang selama ini aku rasakan yang berhubungan dengan hal ini. Namun rasanya keinginan untuk menulis itu seketika hilang saat mengingat semua hal yang berhubungan dengan ketakutan. Bahkan kalian tahu? Di drama yang aku tonton tadi sejujurnya menampilkan banyak kisah sedih, namun aku justru menangis ketika melihat anak laki-laki itu terbangun dari tidurnya dan tiba-tiba menangis histeris karena dirinya merasakan ketakutan yang sangat amat besar. Apalagi ketika sedang tertidur dengan nyenyaknya, tiba-tiba ia memimpikan perempuan yang dulu pernah menculiknya.

Entahlah. Mungkin karena ketakutan bagiku lebih dari sekadar tanggapan emosi terhadap sebuah ancaman.