Published Jumat, Juli 20, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Berantem

Siang itu, aku berjalan ke masjid lebih awal dari biasanya.

Rasanya berjam-jam duduk di depan meja kerja terasa lebih melelahkan dari hari-hari sebelumnya. Badanku sampai seperti mau remuk (ini agak lebay, sih). Tapi kalau mau direpresentasikan dengan sesuatu ya memang seperti mau remuk, pegal-pegal begitu. Makanya meskipun cuaca di luar sana terasa sangat panas karena matahari sedang bersinar dengan terik-teriknya, aku tetap memutuskan untuk beranjak dan berjalan-jalan sebentar untuk meregangkan otot-otot yang sedikit menegang.

Tapi tentu saja meski niatnya untuk berjalan-jalan sebentar, karena faktor suhu dunia yang sedang panas-panasnya di daerah kantor saat itu, aku pun langsung berjalan ke arah masjid dengan sedikit terburu-buru. Dan saat itu suasana masjid juga tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya. Cukup ramai dengan beberapa jamaah laki-laki yang didominasi dengan bapak-bapak dan remaja-remaja yang mulai menginjak usia dewasa, ditambah dua-tiga anak laki-laki yang suka bermain-main air dan baru akan berhenti kalau sudah diteriaki oleh seorang kakek yang masih terlihat sehat-bugar, tidak rapuh sedikitpun. Namun, di suasana yang tidak begitu berbeda dari hari-hari sebelumnya itu, ada satu hal yang menarik perhatianku.

Jadi sewaktu aku membuka pintu kayu pembatas tempat wudhu wanita saat itu, aku melihat dua orang anak perempuan yang sedang berdiri tepat di depan pintu dan berbicara dengan nada yang cukup keras, seperti sedang meneriaki seseorang. Awalnya aku tidak begitu paham dengan apa yang mereka lakukan, sampai akhirnya seorang anak perempuan tiba-tiba keluar dari salah satu kamar mandi yang ada di situ saat aku sedang berjalan tepat di depan kamar mandi yang habis dipakainya. Seorang perempuan yang ukuran tubuhnya paling kecil diantara dua orang lainnya, yang saat itu menunjukkan wajah yang agak sedikit terlihat lelah.

"Cepetan dong, udah mau mulai sholatnya, tahu!" Teriak salah seorang perempuan yang sedang berdiri di depan pintu tadi. Sejujurnya aku agak sedikit kaget ketika mendengar teriakan itu, sehingga aku refleks menoleh ke arah anak perempuan yang diteriaki itu. Dan saat aku menoleh, entah mengapa anak perempuan itu justru tersenyum kepadaku, yang membuat aku agak sedikit tergugup sambil cepat-cepat berusaha membalas senyumannya itu.

"Buruan, ih!" Teriak anak perempuan yang lainnya. Untuk teriakan yang kali ini aku kembali menoleh, tepat ketika aku telah menyelesaikan wudhuku, tetapi ke arah anak perempuan yang berteriak itu. Sekilas aku melihat guratan-guratan wajah yang tampak seperti sedang marah. Aku sempat bertanya-tanya dalam hati sih, seperti kalau memang tidak ingin tertinggal sholat berjamaah, kenapa harus berteriak-teriak seperti itu? Kenapa tidak langsung masuk ke dalam masjid saja? Kenapa harus memburu-burui temannya itu? Yang tapi tentu saja saat itu aku tidak bertanya langsung dan hanya menyimpannya sendiri dalam hati. Karena selain tidak tahu bagaimana cara menanyakannya tanpa bermaksud memarahi atau menggurui, juga karena aku tidak ingin tertinggal sholat dhuhur berjamaah saat itu. Makanya, setelah selesai berwudhu, aku pun langsung agak sedikit sok kenal dan sok dekat dengan ketiga anak perempuan itu dengan mengajak mereka untuk segera masuk ke dalam masjid.

Namun kejadian teriak-meneriaki itu tidak berhenti sampai di situ saja. Sebenarnya aku tidak begitu mendengar dengan apa yang mereka bicarakan, tetapi ketika di menit-menit akhir mendekati iqomah, tiba-tiba saja anak perempuan yang sedari tadi dimarah-marahi itu langsung beranjak dari tempat duduknya dan menyembunyikan tubuhnya di sampingku. Saat itu tentu saja aku menjadi sedikit bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, karena kebetulan jamaah perempuan saat itu hanya terdiri dari kami berempat. Dan tepat setelah anak perempuan itu memutuskan untuk bersembunyi, salah seorang anak perempuan yang lainnya langsung ikutan beranjak ke sampingku dan mulai mengucapkan beberapa kalimat yang terdengar seperti sedang menuduh.

Sejujurnya saat itu, dan melihat hal-hal yang seperti itu, aku jadi seperti sedang diingatkan kembali soal kejadian-kejadian di masa lalu yang mungkin memang hanya satu-dua temanku yang tahu soal ini, sih. Makanya sewaktu melihat hal-hal yang begitu, aku pun memutuskan untuk mencoba melerai dan mengajak mereka bertiga untuk segera bersiap-siap untuk sholat, seolah-olah sedang tidak terjadi apa-apa. Rasanya entah mengapa melihat hal-hal begitu di dalam masjid itu semakin membuatku merasa sedih dan agak sedikit takut. Tapi mungkin karena anak perempuan di sampingku sudah cukup lelah dengan perkataan-perkataan yang dilontarkan oleh kedua temannya itu, makanya ia pun langsung berlari keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun, meninggalkan kami bertiga yang memandangi punggungnya yang semakin menjauh.

Duh, dek. Rasanya saat itu aku ingin ikut berlari dan langsung memelukmu...

Tentu saja aku merasa agak sedikit sedih, atau mungkin justru banyak sedihnya, ya? Tapi memang rasanya aku seperti benar-benar ingin memeluk anak perempuan yang berlari itu. Dan awalnya aku kira anak perempuan itu memutuskan untuk pulang dan tidak jadi sholat berjamaah di masjid, tetapi ternyata ia justru kembali lagi ke masjid di pertengahan gitu. Bahkan ketika kedua temannya itu selesai sholat langsung berdiri dan melipat mukenah yang dikenakannya, anak perempuan itu justru menyempatkan diri untuk berdoa dan malah bersalaman sambil mencium tanganku setelahnya.

Dan tentu saja aku tahu, di balik senyumnya saat berpamitan untuk pulang terlebih dahulu saat itu, ada banyak kesedihan yang terpancar dari kedua bola matanya.


Masjid Al Ibadah Kemang, yang aku lupa kejadian ini terjadi di hari apa,
tapi, aku rindu kamu, dek. Kenapa sekarang sudah jarang terlihat di masjid?