Published Sabtu, April 21, 2018 by Hannan Izzaturrofa

Brankas Rindu: Kota Kelahiranku

Pekanbaru. Ya, Pekanbaru merupakan kota kelahiranku. Tidak banyak yang aku ingat mengenai Pekanbaru, karena memang usiaku yang belum mampu mengingat apapun saat itu. Mungkin juga bukan tidak banyak, tetapi sebenarnya aku sama sekali tidak mengingat apapun. Namun, entah mengapa, aku sangat mencintai Pekanbaru. Bahkan aku merasa bangga jika ada yang mengetahui bahwa aku adalah seorang perempuan yang lahir dan pernah tinggal di Pekanbaru, meskipun hanya dua tahun lamanya. Atau aku biasa menyebutnya sebagai istilah 'numpang lahir'.

Mungkin orang-orang yang tahu bahwa aku dilahirkan di Pekanbaru sering bertanya-tanya, mengapa aku sampai pernah tinggal di Pekanbaru namun kini justru besar di Purwokerto. Dan setiap orang yang bertanya begitu padaku, biasanya aku selalu menjawabnya dengan kalimat sederhana. "Abi memiliki pekerjaan yang mengharuskannya berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya, atau mungkin juga satu pulau ke pulau lainnya," begitu jawabku, meskipun sebenarnya seharusnya jawabannya tidak sesederhana itu.

Tapi yang aku ingat, nenekku pernah bercerita mengenai kisah bertemunya Abi dan Ummi, yang mungkin menjadi salah satu pendukung alasan mengapa aku bisa lahir di Pekanbaru. Seingatku, pindah ke Pekanbaru sebenarnya merupakan salah satu hal yang dijadikan alasan oleh Abi untuk mendapatkan restu dari kedua orangtuanya, agar dapat segera menikahi Ummi. Ya, Abi merupakan seorang lulusan salah satu sekolah yang dimiliki oleh pemerintah, yang setelah lulus pasti akan diterima di salah satu perusahaan milik pemerintah juga. Namun, saat itu, kebijakan yang berlaku adalah lulusan laki-laki akan ditugaskan di luar jawa, sehingga Abi pun kedapatan perintah untuk ditugaskan ke Pekanbaru.

Mungkin saat itu Abi mengatakan bahwa ia akan pindah ke Pekanbaru, di pulau seberang, sehingga beliau butuh menikah agar ada yang menjaganya, entahlah. Tapi yang aku ingat, nenekku berkata bahwa beliau menyetujui permintaan Abi karena beliau takut nantinya Abi justru menikah dengan orang Pekanbaru dan jadi tidak pulang-pulang ke kampung halaman. Kepicut dengan gadis sana katanya. Meskipun aku tahu, alasannya tidak mungkin sesederhana itu. Sebenarnya lucu sekali ketika mendengarkan nenekku bercerita. Usianya yang sudah lanjut tidak memudarkan semangatnya untuk menceritakan kisah itu kepadaku.

Kembali membahas Pekanbaru; meskipun aku tidak pernah ingat mengenai bagaimana rasanya tinggal di Pekanbaru, entah mengapa rasanya aku begitu rindu dengan Pekanbaru. Aku jadi ingin sesekali berkunjung ke Pekanbaru, meskipun hanya beberapa hari. Aku ingin melihat sendiri bagaimana suasana Pekanbaru yang selama ini hanya bisa aku dengar dari cerita Ummi dan Abi. Dan salah satu yang ingin aku lakukan jika suatu saat nanti aku dapat kembali menginjakkan kakiku di Pekanbaru adalah mengunjungi perumahan yang dulu sempat aku tinggali. Insya Allah. Semoga Allah memberiku kesempatan untuk itu.

Ah, rasanya aku harus mengatur jadwalku agar dapat mengunjungi Pekanbaru suatu saat nanti...


Purwokerto, di pojok ruangan kamar kesukaanku;
saat novel yang sedang aku baca tinggal beberapa halaman lagi;
tapi kerinduanku seakan memuncak;
sehingga aku memutuskan untuk cepat-cepat menuliskannya.