Published Minggu, Maret 18, 2018 by

Brankas Kisah - Prolog

Kisah ini dituliskan bukan untuk mengumbar aib seseorang ataupun untuk menyalahkan siapapun. Kisah ini dituliskan semata-mata hanya agar tidak ada lagi "aku" yang lainnya, dan berharap agar dapat dijadikan pelajaran bagi siapapun yang membacanya.

*

Sebelum aku mendeklarasikan kebangkitan hatiku, aku ingin menceritakan sedikitnya kisah mengenai perjalanan cintaku. Meskipun akan terkesan penuh dengan kesedihan dan penuh pengorbanan, tidak ada tujuan maupun maksud tertentu dari penulisan kisah tersebut. Pun kisah ini bukanlah alat untuk menghakimi atau mengumbar aib seseorang, karena mengutip perkataan seorang teman, "kata-kata tak akan mampu mengungkapkan makna sebenarnya dari apa yang ada dalam hati." Maka, inilah akan ku suguhkan karya untuk mewakilkan sepersen ungkapan perasaan dalam hati.

Dimulai dari beberapa minggu belakangan ini, rasanya aku seperti dihadapkan dengan berbagai macam masalah secara bertubi-tubi. Mulai dari terungkapnya sebuah kebohongan menyakitkan yang dilakukan oleh sahabatku sendiri, dilanjutkan dengan beberapa masalah 'kecil' seputar keluarga, tempat kerja, dan masalah-masalah lainnya yang hampir membuatku putus asa.

Awalnya aku seperti kehilangan arah dan tujuan. Hari-hariku dipenuhi dengan kegiatan yang sia-sisa; tidak berguna. Aku hanya membaca komik, menonton variety show korea secara estafet tanpa berhenti, tidak keluar kamar sama sekali seharian penuh, dan menutup akses komunikasi dengan siapapun. Bahkan aku pun tidak membalas pesan yang dikirimkan oleh ibuku hingga hampir tiga hari lamanya, dan berbohong bahwa terdapat masalah pada ponselku sehingga aku tidak mengetahui bahwa ibuku telah mengirimkanku pesan dan menelponku berulang-ulang.

Puncaknya, adalah ketika aku merasa semua orang mulai meninggalkanku secara perlahan. Sahabatku, teman sekantorku, hingga dirinya; pria yang hampir tiga tahun lamanya telah singgah di hatiku. Saat itu aku benar-benar merasa terpuruk. Aku menangis dan hatiku berkecamuk. Rasanya seperti tak ada lagi tempat nyaman untukku berlabuh. Imanku mulai naik-turun, kembali bermalas-malasan; atau mungkin jauh lebih parah dari sebelumnya. Astaghfirullahal'adzim.

Hingga akhirnya, ditengah kegabutanku, aku menemukan sebuah tulisan dari situs blog lama, milikku, yang sudah tidak pernah aku buka lagi tujuh tahun belakangan ini. Aku benar-benar tidak ingat pernah memiliki blog dengan alamat tersebut, terlebih aku baru menyadari bahwa tulisan tersebut ternyata memiliki isi yang sungguh-sungguh bermakna. Dan dari beberapa bacaan yang ada pada blog itulah, tiba-tiba aku tersadar, bahwa aku telah beranjak terlalu jauh dari Allah.

Tiba-tiba saja aku menangis, jauh lebih deras dari tangisanku yang pernah aku lakukan di malam-malam sebelumnya. Saat itu juga aku langsung mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat untuk sedikit menenangkan hatiku. Namun, aku tidak berhenti menangis. Meskipun setelahnya aku mendengarkan murrotal, aku kembali menangis. Dan malam itu, aku menangis hingga air mataku habis, mataku perih, dan tertidur dengan sendirinya.

Padahal sebenarnya, apa yang aku baca bukanlah sebuah tulisan yang benar-benar menyentuh. Maksudnya, aku sering melihat tulisan-tulisan serupa di timeline beberapa sosial media milikku, namun aku tidak pernah sampai merasa seperti ini. Mungkin karena saat itu aku sedang benar-benar terpuruk? Atau sedang benar-benar merasa tidak memiliki siapapun selain Allah? Entahlah. Tapi yang pasti, aku benar-benar merasa seperti makhluk paling kotor saat itu.

Namun, satu hal yang aku sesali, meskipun aku bersyukur karena seperti tersadarkan di tengah keterpurukanku ini, sejujurnya aku merasa malu. Ya, aku malu karena aku baru tersadar sekarang. Aku malu karena Allah harus menegur dan mengambil apa yang aku miliki terlebih dahulu untuk membuatku tersadar. Aku malu karena masalah percintaanlah yang membuatku kembali mengingat Allah. Aku malu, benar-benar malu. Aku malu padaMu Ya Allah..

Semoga Allah mengampuni aku, hambaMu yang penuh salah dan dosa ini. Aamiin.

*

Dan selanjutnya, adalah sebuah brankas kisah, rangkuman dari cerita tentang aku dan dia; tentang perbedaan yang tak juga menyatu; tentang untaian rindu yang tak pernah sampai; tentang air mata yang terus berurai; dan tentang kobaran kisah klasik yang tak kunjung padam. Sebuah kisah tentang dua orang yang tidak tahu harus berbuat apa, hingga akhirnya hanya mampu untuk saling menyakiti. Bukan tentang dua orang saling menunggu, namun tentang sebuah rindu yang hanya menjadi sebuah keputusasaan.

Dan untuk kamu yang sedang jatuh cinta, bacalah, agar kamu memahami betapa sakit dan sia-sianya bertahan tanpa tujuan.